Menurutku, semua hal yang ada di dunia dinamis. Mereka akan berubah untuk beradaptasi dengan dunianya. Berubah untuk kesejahteraan mereka sendiri.
Dulu, aku meragukan itu. Aku percaya, pasti ada satu di dunia ini yang konsisten. Kita kesampingkan dulu masalah agama dan kepercayaan karena itu bukan hal yang bisa kita ragukan. let's focus with thing, thing that are trully doubtable. Kita ambil saja contoh batu yang keras dan konstan. Aku percaya hal itu, batu adalah cerminan sifat yang konsisten, bahkan meski ia dihancurkan menjadi kepingan ia tetap utuh seperti asalnya, dan butuh ratusan tahun untuk air melubanginya.
Yang saat ini aku sadari, perubahan itu bukan hal yang harus menjadikan sesuatu menjadi sesuatu yang lain sepenuhnya. Saat batu terhantam palu, ia tak bisa mempertahankan dirinya. Ia harus berubah menjadi keping batu. Saat batu terkena air, ia tak bisa terus menerus mempertahankan luasan dirinya hingga terciptalah lubang diantara tubuhnya.
Perubahan itu, seperti itu. bukan mengubah sesuatu menjadi hal yang baru. Berpikir hal yang baru sedikit saja, sudah termasuk perubahan.
Mungkin ada diantara kalian yang mengenal aku. Siapa aku? Bagaimana aku? Dan seperti apa aku. Tenanglah, aku bukan akan mengatakan bahwa "kalian sebenarnya tidak tahu aku" dan hal bodoh lainnya. Aku hanya ingin mengatakan bahwa apa yang kalian ketahui mengenai aku, adalah apa yang aku juga ketahui mengenai aku. Agak membingungkan tapi aku harap kalian mengerti.
Aku mengenal diriku sebagai sosok manusia yang akan selalu konsisten dengan pikiranku. Bagaimana aku menyukai sesuatu, bagaimana aku membenci sesuatu, bagaimana aku tertarik, bagaimana aku sedih, bagaimana aku sakit. Semuanya. Aku tahu aku selalu begini dan begitu. dan menurutku aku bukan orang yang akan berubah karena sejak aku memiliki ingatan yang saat ini kuingat, aku sudah begini dan aku sudah begitu.
Sampai kemudian, umur memberiku sinyal bahwa aku sepertinya belum kenal dengan perubahan yang terjadi kepada diriku sendiri. Seperti ketika aku mengetahui jika sebenarnya aku bukan orang yang extrovert, aku bukan orang yang mau membuka percakapan, dan aku adalah orang yang akan memutuskan hubungan dengan orang lain meski aku sendiri tidak ingin.
Kemudian aku merenungi diriku yang 'baru'. Mengapa aku bisa berubah dan apa saja yang berubah. Setelah beberapa lama, akhirnya aku menemukan jawaban yang sampai saat ini aku yakin kebenarannya.
Perubahan itu bukan hal yang asing. Namun seperti analogi batu tadi, untuk menghancurkan bentuk asal batu menjadi kepingan dibutuhkan palu dengan kekuatan gaya yang tidak kecil atau dari air, yang mana benda terdekatnya. Seperti itulah hal yang menurutku terjadi, hanya ada dua kemungkinan. Dunia terlalu kuat hingga merubahku, atau ada hal-hal yang disekitarku memaksa aku untuk berubah.
Saat bertengkar dengan adikku, aku biasanya hanya akan mengomel dan diam. Mendiamkannya beberapa saat dan kemudian aku akan bersikap biasa saja. Namun saat ini, aku tidak mau diam. aku akan memaksanya untuk mengatakan mengapa ia tidak suka. aku butuh jawabannya, untuk pemuasan diriku atas pertanyaan "apa yang orang lain tidak sukai terhadap sikapku"
sejauh aku hidup saat ini, aku tidak mau memberikan asupan opini orang lain. menurutku hal itu akan memberikan dampak yang buruk, terutama ketika opini tersebut merusak diriku.
namun lambat laun, aku menyadari kalau dunia ini berputar bukan untuk diriku saja. aku ingin menjadi bagian dari masyarakat yang memasyarakatkan orang lain seperti aku juga ingin diperlakukan seperti itu. anehnya, saat aku ingin seperti itu, aku sangat amat mengetahui betapa egoisnya diriku selama ini dan aku ingin berubah.
perubahan kecil yang aku inginkan, pun juga orang lain lakukan menjadi titik balik dari serangkaian perjalanan hidup. perubahan ini dilakukan agar kita menjadi lebih suitable dengan lingkungan, untuk bertahan hidup dan temeng kerapuhan.
last but not least, aku hari ini adalah hasil kehidupanku yang lalu, dan aku di masa depan adalah hasil kehidupanku hari ini.