Because Of Lady In White
Malam itu, dua minggu setelah permainan lady in White
aku kehilangan segalanya. Sebelumnya aku kehilangan perhatian seseorang dan
setelah permainan itu dimulai, ia depresi dan aku kehilangan raganya. Sosok
sahabat tak mampu berbuat apa – apa, hanya mengeluarkan kata – kata sampah yang
menurutku taka da manfaatnya. Mereka belum tau saja “APA ARTI KEHILANGAN”
----------------------------------------
Sebuah
rumah indah, dengan cat putih dan berbagai tanaman gantung yang menghiasi
dinding klasik rumah itu. Seorang wanita berjilbab merah keluar dari rumah
tersebut. Menyirami setiap tanaman yang hidup agar terlihat hijau dan memikat
mata. Tak ayal suara senandung yang keluar dari mulut wanita tersebut menjadi
satu – satunya kebisingan yang tercipta.
Kegiatan ela –wanita pemilik rumah
itu- berhenti saat melihat sebuah mobil sedan terparkir anggun di halaman
rumahnya yang hijau. Tak ada tamu yang sebrutal ini memarkirkan mobil di
halaman rumahnya, kecuali
“Yudha!!”
seorang lelaki berwajah oriental dengan jaket kebesaran dan jins belel yang
menjadi SWAGnya hari ini.
“hai
el, sibuk berkebun nih sekarang?” melangkah masuk mendekati ela, yudha langsung
meghempaskan tubuhnya pada kursi empuk di teras rumah ela yang rindang,
menikmati semilir angin sejuk yang tercipta oleh berbagai tanaman dan pepohonan
yang sengaja ditanam oleh pemilik rumah.
“ada
apa kesini yud?” menemani sang tamu, ela ikut duduk di kursi samping tempat
yudha berada.
“gak
ada sopan sopannya ya sama tamu!” ela mengernyitkan dahi heran
“bukannya
dikasi minum, makan, atau cemilan gitu eh malah langsung diintrogasi”
“nah
lo, tamu gak tau diri. Parkir mobil sembarangan, duduk gak disuruh eh minta
minum” ela berdecak kesal yang hanya dibalas oleh cengiran nakal milik yudha.
Pertanda bahwa yudha tau bahwa omelannya hanya candaan yang biasa mereka
lontarkan.
“ngapain
kesini?” bertanya lagi, namun kali ini ela sudah menyajikan berbagai hal yang
diperlukan tamu seperti teh manis, biscuit dan beberapa cemilan khas pagi hari.
“aku
khawatir tau el, kemarin waktu kamu telfon kalo terror sampe pembantu kamu tewas tanpa sebab, aku lagi diluar kota. Aku
tau kamu shocked dan aku mau hibur kamu” ela tersenyum manis, namun beberapa saat
kemudian senyumnya berubah kecut. Entah Karena apa
“gak
papa yud, sekarang semuanya sudah kembali normal. Meskipun aku masih merasakan
ketakutan lagi setelah itu” tutur ela sambil menyesap teh hijau miliknya.
“aku
nginep disini aja ya, jaga – jaga siapa tau terror itu ke sini. Aku mau hajar
dia habis – habisan” tatapan yudha berubah serius, mimic wajahnya yang lucu
kini berubah menjadi kaku.
“hahaha,
memang kamu piker aku cewek apaan? Rumah sendirian bareng sama lelaki bukan
mahram. NO yudha BIG NO” ela menolak mentah – mentah tawaran yudha. Hei dia
hanya tinggal sendirian dirumah ini.
“kamu
pikir aku cowo apaan el? Aku gabakal masuk ke dalem kok, aku Cuma mau jaga
diluar. Disini memastikan kamu aman.”
“kamu
gak takut Iro marah. Gimanapun juga dia calon Istri kamu yud” yudha terdiam
sesaat. Jujur ia lupa kalau statusnya saat ini bukan lagi single, ia sudah
mengikat dan terikat oleh seorang wanita pilihan hatinya.
“kamu
pulang aja, aku gak kenapa kenapa kok, kalo aku mau aku pasti minta bantuan
kamu, dan sahabat kita”
“janji
ya” ela hanya menganggukan kepala, dan mengantar kepulangan yudha dari
rumahnya.
“yudha,
maaf ya” ela mengucap kata itu rilih, dan membalas lambaian tangan yudha dari
balik supir kemudi.
Sesaat
ela terdiam, memandang kea rah mobil yudha yang sudah menghilang beberapa menit
yang lalu.
“seandainya
yud” dan ia memejamkan matanya sejenak.
Disebuah
café yang terletak diujung jalan manhttam, sahabatku berkumpul. Rasanya rindu
kami terbayar saat keceriaan dan tawa bahagia yang terlontar mengisi ruang
ruang kebahagiaan hati. Seakan – akan tak membiarkan hati terasa sunyi dan
sepi.
“parah
banget anaz, lu udah jadi dokter tapi tingkah tetep aja idot”
“aku
gak yakin anaz sukses menyelamatkan nyawa”
“yang
ada dia malah nambah pasien di kamar mayat”
“gantian
dong, jangan aku mulu yang di bully. Yudha tuh baru datang” anaz menunjuk kea
rah yudha yang baru saja membukan pintu café, membuat lonceng yang ditempatkan
diatas pintu bergerak dan menimbulkan suara khasnya yang indah
Semua yang awalnya
menatap kea rah anaz, kini berganti haluan kearah yudha.
“sorry
sorry guys, aku telat. Jalanan makin rame aja sama yang namanya motor bikin
mobil aku gak bisa lewat aja”
“alah
alibi doang lu yud. Meskipun tu jalanan Cuma ada kamu doang lu tetep bakalan
ngaret deh” winda, seorang wanita yang duduk disampingku menyahut, membuat
kekehan dari semua yang ada disini.
Pemilik
café klasik ini sahabat kita, dia reyna. Seorang perempuan dengan darah bisnis
yang mengalir deras keturunan sang ayah. Tak heran jika reyna bisa membuka 24
cabang resto dan café di berbagai daerah.
Oh iya, kenalkan aku ela
Apriliyanti, seorang pengacara kasus kasus pemerintah menjadi pekerjaanku
sehari – hari. Aku masih berumur 21 tahun. Agak muda memang bagi seorang
pengacara. Aku lulus kuliah hanya butuh waktu 3 tahun, dan aku merasa beruntung
atas semua ini. Disampingku adalah Noveliant Anaz, seorang mahasiswa Kedokteran
yang akan menjalani masa Ko-Ass tahun depan. Anaz lelaki yang memiliki tingkat
kehumorisan paling tinggi diantara kami semua, kata “gada anaz garame’ adalah
semboyan yang selalu dijunjung tinggi sahabatku ini. Didepan mata memandang ada
winda, wanita karier yang bekerja di PT Pertamina. Seperti impiannya dulu,
menjadi seorang wanita yang tidak dipandang sebelah mata. Berkarier, berkarya,
membuat winda tumbuh menjadi wanita tegas. Dan disamping kananku adalah iro dan
Antika. Iro adalah wanita designer handal, cukup duduk dikursi dan membuat
sketsa gaun, dan uang akan datang kepadanya. Sama seperti antika, uang akan
selalu ada dipihaknya meski antika hanya duduk menekuni laptop dan merangkai
kata – kata renyah untuk dibaca ribuan orang. Ya anitika adalah seorang penulis
buku
“eh eh eh, ini udah pada lengkap
kan? Sekarang gimana kalo kita mulai topic serius?” reynata atau biasa
dipanggil rey memecah keributan yang kami buat.
“kalian
semua udah tau kan, kenapa kita semua kumpul? Meluangkan waktu sibuk kita untuk
membicarakan masalah pelik disini”
Aku disini dan kau disana
Hanya berjumpa via suara
Namun ku selalu menunggu saat kita akan berjumpa
Saat
winda mulai membuka topic serius yang dimaksud reyna, yudha dengan tampang
polosnya menyanyikan lagu galau khas orang menjalani Long Distance
Relationship.
“yud,
jangan rame dong. Kita kan udah setuju bakal serius sama masalah ini” Iro,
tunangan yudha dengan lembut menegur yudha yang amat sangat berandalan itu. Aku
hanya tersenyum samar
“menurut
kalian, apakah kasus pembunuhan pembantu ela termasuk dalam terror?” reyna
membuka diskusi kami dengan pertanyaan tentang kejadian beberapa minggu lalu di
rumahku. Ya, kejadian yang menewaskan ina –pembantuku-.
“menurutku
sih nggak ya. Karena dari hasil otopsi yang aku baca kemaren di rumah ela.
Pembantu dia meninggal karena overdosis obat tidur yang dikonsumsinya” yudha
berucap, sambil menyesap minuman bersoda yang ada didepannya. Entah milik siapa
“tapi
ini terlalu naif. Kalian pikir, seorang pembantu punya kebiasaan menggunakan
obat tidur? Kalaupun mbak ina itu selalu mengkonsumsi obat tidur, dia pasti
sudah mengetahui dosis yang dia harus konsumsi” kata winda
“tunggu
bentar deh” anaz menyela ucapan winda
“mbak
ina itu siapa?” dengan polosnya, anaz mengatakan pertanyaan konyol pada situasi
yang sudah sangat serius. Membuat dahi teman teman yang lain mengerut, antara
kesal dan ingin tertawa.
“plis
deh naz, mbak ina itu nama pembantuku” anaz hanya mengangguk dan memakan kentang
gorengnya lagi. Aku dan temanku yang lain melengos kasar
Note Saya :
yeaayy, ini adalah drama kelas yang dibuat untuk tugas. karena saya tertarik banget buat jadiin cerita, aku mau rombak dari yang awalnya hanya dialog, ditambah beberapa prosa supaya bisa dinikmati. enjoy ^,^